Sejarah
kerajaan pendidikan islam Turki Usmani yang ditulis di dalam buku-buku tarikh Islam di
Indonesia sering tidak mendapat porsi sebanyak yang diperoleh Dinasti
Umayyah dan Abbasiyah. Melihat dari hasil budaya yang dipersembahkannya
dipermukaan, Dinasti Turki Usmani ini tidaklah bisa disamakan dengan
kedua Dinasti di atas, tetapi melihat peranannya sebagai benteng
kekuatan Islam dalam menangkal ekspansi bangsa Eropa ke timur, maka
dengan ini ia tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kajian sejarah
Islam.
Turki
Usmani telah menunjukkan kehebatannya dalam menangkis serangan musuh.
Serangan-serangan perluasan yang dilakukannya langsung menusuk ke
wilayah penting, termasuk penaklukan Konstantinopel.
Perjalanan
panjang kerajaan Turki Usmani telah menampilkan 35 orang Sultan dengan
corak pkepemimpinan masing-masing. Tetapi sebagaimana Dinasti lainnya,
hukum sejarah juga berlaku, bahwa masa pertumbuhan yang diiringi dengan
masa gemilang biasanya berakhir dengan masa kemunduran bahkan mungkin
kehancuran.
Makalah
ini akan sedikit mencoba membahas sejarah pertumbuhan dan perkembangan
kerajaan Turki Usmani serta kemajuan yang dicapai dalam bidang
pendidikan.
A. Asal Mula Kerajaan Turki Usmani
Kerajaan
Turki Usmani muncul di pentas sejarah Islam pada periode pertengahan.
Masa kemajuan Dinasti ini dihitung dari mulai digerakkannya ekspansi ke
wilayah baru yang belum ditundukkan oleh pendahulu mereka. keberhasilan
mereka dalam memperluas wilayah kekuasaan serta terjadinya
peristiwa-peristiwa penting merupakan suatu indikasi yang dapat
dijadikan ukuran untuk menentukan kemajuan tersebut.
Pendiri dari kerajaan Turki ini adalah bangsa Turki dari kabilah Qayigh Oghus
salah satu anak suku Turk yang mendiami sebelah barat gurun Gobi, atau
daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina, yang dipimpin oleh Sulaiman.
Dia mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa mongol
yang menyerang dunia Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti
Khawarizm pada tahun 1219-1220. Sulaiman dan anggota sukunya lari ke
arah Barat dan meminta perlindungan kepada Jalaluddin, pemimpin terakhir
Dinasti Khawarizm di Transoxiana (maa wara al-Nahr). Jalaluddin
menyuruh Sulaiman agar pergi kearah Barat (Asia Kecil). Kemudian mereka
menetap di sana dan pindah ke Syam dalam rangka menghindari serangan
mongol. Dalam usahanya pindah ke Syam itu, pemimpin orang-orang Turki
mendapat kecelakaan. Mereka hanyut di sungai Efrat yang tiba-tiba pasang
karena banjir besar pada tahun 1228.
Akhirnya mereka terbagi menjadi 2 kelompok, yang pertama ingin pulang
ke negeri asalnya; dan yang kedua meneruskan perjalanannya ke Asia
kecil. Kelompok kedua ini berjumlah 400 kepala keluarga yang dipimpin
oleh Ertugril (Erthogrol) ibn Sulaiman. Mereka mengabdkan dirinya
dirinya kepada Sultan Alauddin II dari Dinasti Saljuk Rum yang pusat
pemerintahannya di Kuniya, Anatolia Asia Kecil.
Pada
saat itu, Sultan Alauddin II sedang menghadapi bahaya peperangan dari
bangsa Romawi yang mempunyai kekuasaan di Romawi Timur (Byzantium).
Dengan bantuan dari bangsa Turki pimpinan Erthogrol, Sultan Alauddin II
dapat mencapai kemenangan. Atas jasa baik tersebut Sultan menghadiahkan
sebidang tanah yang perbatasan dengan Bizantium. Sejak itu Erthogrol
terus membina wilayah barunya dan berusaha memperluas wilayahnya dengan
merebut wilayah Byzantium.
Pada
tahun 1288 Erthogrol meninggal dunia, dan meninggalkan putranya yang
bernama Usman, yang diperkirakan lahir pada 1258 M. usman inilah yang
ditunjuk oleh Erthogrol untuk meneruskan kepemimpinannya dan disetujui
serta didukung oleh Sultan Saljuk pada saat itu. Nama Usman inilah yang
nanti diambil sebagai nama untuk Kerajaan Turki Usmani. Usman ini pula
yang dianggap sebagai pendiri Dinasti Usmani. Sebagaimana ayahnya, Usman
banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II. Kemenangan-kemenangan dalam
setiap pertempuran dan peperangan diraih oleh Usman. Dan berkat
keberhasilannya maka benteng-benteng Bizantium yang berdekatan dengan
Broessa dapat ditaklukkan. Keberhasilan Usman ini membuat Sultan
Alauddin II semakin simpati dan banyak memberi hak istimewa pada Usman.
Bahkan Usman diangkat menjadi gubernur dengan gelar Bey, dan namanya
selalu disebut dalam do’a setiap khutbah Jum’at.
Penyerangan Bangsa Mongol pada tahun 1300 ke wilayah kekuasaan Saljuk
Rum mengakibatkan terbunuhnya Sultan Saljuk tanpa meninggalkan putra
sebagai pewaris kesultanan.
Dalam keadaan kosong itulah, Usman memerdekakan wilayahnya dan bertahan
terhadap serangan bangsa Mongol. Usman memproklamirkan kemerdekaan
wilayahnya dengan nama Kesultanan Usmani.
B. Perkembangan Kerajaan Turki Usmani
Dengan
jatuhnya jazirah Arab, maka imperium Turki Usmani mempunyai wilayah
yang luas sekali, terbentang dari Budapest di pinggir sungai Thauna,
sampai ke Aswan dekat hulu sungai Nil, dan dari sungai efrat serta
pedalaman Iran, sampai Bab el-Mandeb di selatan jazirah Arab. Selama masa kesultanan Turki Usmani (1299-1942 M.) sekitar 625 tahun berkuasa tidak kurang dari 38 Sultan.
- Periode pertama (1299-1402), yang dimulai dari berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai kehancuran sementara oleh serangan timur yaitu dari pemerintahan Usman I sampai pemerintahan Bayazid.
- Periode kedua (1402-1566), ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya pertumbuhan sampai ekspansinya yang terbesar. Dari masa Muhammad I sampai Sulaiman I.
- Periode ketiga (1566-1699), periode ini ditandai dengan kemampuan Usmani untuk mempertahankan wilayahnya. Sampai lepasnya Honggaria. Namun kemunduran segera terjadi dari masa pemerintahan Salim II sampai Mustafa II.
- Periode keempat (1699-1838), periode ini ditandai degan berangsur-angsur surutnya kekuatan kerajaan dan pecahnya wilayah yang di tangan para penguasa wilayah, dari masa pemerintahan Ahmad III sampai Mahmud II.
- Periode kelima (1839-1922) periode ini ditandai dengan kebangkitan cultural dan administrates dari negara di bawah pengaruh ide-ide barat, dari masa pemerintahan Sultan A. Majid I sampai A Majid II.
Persinggungan
Islam dengan Turki melalui sejarah panjang, terhitung sejak abad
pertama hijriyah hingga suku-suku Turki menjadi penganut dan pembela
Islam. Pengaruh Turki dalam dunia Islam semakin terasa pada masa
Pemerintahan al-Musta’sim (640-656 H./1242-1258 M.), khalifah terakhir
dinasti Abbasiyah. Sejak masa itu bangsa Turki dari berbagai suku
senantiasa terlibat dalam jatuhbangunnya berbagai dinasti di daerah mana
mereka bertempat tinggal dan mengabdi.
C. Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam di Turki
Akibat
kegigihan dan ketangguhan yang dimiliki oleh para pemimpin dalam
mempertahankan Turki Usmani membawa dampak yang baik sehingga
kemajuankemajuan dalam perkembangan wilayah Turki Usmani dapat di
raihnya dengan cepat. Dengan cara atau taktik yang dimainkan oleh
beberapa penguasa Turki seperi Sultan Muhammad yang mengadakan
perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negerinya
yang kemudian diteruskan oleh Murad II (1421-1451M) (Yatim,
2003:133-134).
Sehingga
Turki Usmani mencapai puncak kejayaan pada masa Muhammad II (1451- 1484
M). Usaha ini di tindak lanjuti oleh raja-raja berikutnya, sehingga
dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qonuni. Ia tidak mengarahkan
ekspansinya kesalah satu arah timur dan Barat, tetapi seluruh wilayah
yang berada disekitar Turki Usmani itu, sehingga Sulaiman berhasil
menguasai wilayah Asia kecil.
Kemajuan
dan perkembangan wilayah kerajaan Usmani yang luas berlangsung dengan
cepat dan diikuti oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan
lain yang penting, diantaranyadalambidangpendidikan.
Salah
satu lembaga yang maju pada masa turki usmani adalah madrasah, didorong
mempelajari beragam ilmu pengetahuan. Lembaga pendidikan berserak saat
berlangsungnya pemerintahan Turki Usmani. Salah satunya adalah madrasah.
Bukan hanya kuantitas bangunan yang menjadi perhatian, juga kualitas
pendidikan. Terobosan bermakna dalam hal ini adalah perumusan kurikulum.
Kurikulum yang diberlakukan di madrasah berkembang secara dinamis
menuju ke arah lebih baik. Salah satu hal yang berlaku dalam proses
pengajaran di madrasah Turki Usmani adalah mendorong para siswa untuk
mengakses sebanyak mungkin buku yang membahas beragam bidang ilmu.
Hal
ini merupakan uraian perinci dari tujuan utama pendirian lembaga
pendidikan berupa madrasah. Yaitu, melahirkan siswa Muslim yang memiliki
banyak pengetahuan dan memegang teguh nilai-nilai moral yang baik dan
benar. Madrasah digiring untuk menciptakan para siswa yang pandai
sekaligus baik hati dan berbudi luhur. Pada masa pemerintahan Sultan
Suleiman, terdapat kode hukum yang menjabarkan secara umum mengenai
tujuan pendidikan.Disebutkan dalam kode hukum itu bahwa tujuan
pendidikan adalah guna memahami misteri penciptaan dan membangun sebuah
negara yang berjalan secara teratur dan baik. Ini diyakini akan menjamin
kelestarian, ketertiban, dan kesejahteraan umat manusia. Tujuan
lainnya, pendidikan menjadi sebuah sarana untuk menuai ilmu pengetahuan
dan kebijaksanaan. Lalu, mendapatkan penjelasan mengenai kebajikan,
bakat, dan agama, hingga akhirnya para siswa memiliki kapasitas yang
baik. Sejumlah sumber menyebutkan mengenai penetapan tujuan dan
kurikulum pendidikan di madrasah itu. Di antaranya, berasal dari
cendekiawan Ahmed bin Isameddin, yang hidup pada abad ke-16. Bahkan, ia
merupakan seorang pengajar di madrasah.
Demikian
pula, dengan kajian terhadap proses pendidikan Katib Chelebi pada abad
ke-17. Bahkan, ada pula sumber lainnya yang berupa risalah berjudul
Kevakib-i Seb'a atau Seven Planets, yang ditulis pada 1742
Masehi.Penulisan risalah ini dilakukan atas permintaan dubes Prancis
untuk Istanbul saat itu, Marquis de Villanueva.
Kesimpulan
Sampai
abad XVI, sistem madrasah menjadi model utama pendidikan dalam Islam turki.
Sejak Islam bersentuhan dengan tradisi Eropa, yang saat itu mulai
menerapkan model pengajaran klasikal di berbagai universitas, madrasah
juga banyak terpengaruh. Hal ini banyak terjadi ketika kekuasaan Turki
Usmani berkembang. Medrese dan mekteb di wilayah-wilayah Turki sampai
Asia Tengah mendapat pengayaan dengan model klasikal yang tidak ada
ketika masih mengacu pada konsep awal. Meskipun secara materi ilmu tetap
meneruskan apa yang telah diajarkan pada era sebelumnya, namun secara
metode lebih banyak pengayaan. Beberapa madrasah juga mulai terpisah
dengan bangunan utama masjid. Di samping ada universitas (jami’ah)
sebagai fase tertinggi dari sistem madrasah, konsep madrasah awal
sebagaimana disebutkan di atas juga diselenggarakan untuk tingkat lebih
rendah.
Dengan
adanya pengaruh langsung dari model pendidikan Eropa, ketika era
kolonialisasi Eropa ke wilayah Asia dan Afrika, madrasah merupakan
lembaga-lembaga pendidikan yang terpisah dari masjid. Hal ini terjadi
karena model pendidikan Eropa yang klasikal dan memisahkan antara ilmu
agama (teologi gereja) yang diselenggarakan oleh seminari atau gereja
sendiri, dan ilmu umum yang diselenggarakan oleh lembaga resmi
(pemerintah atau swasta) dengan model sekolah sampai universitas.
Madrasah dipandang sebagai model pengajaran formal dari ilmu-ilmu agama
saja (Qur’an, Hadits, akidah, akhlak, dan fiqih), sementara sekolah
mengajarkan ilmu-ilmu umum di luar ilmu agama.
DAFTAR PUSTAKA
Ed. Samsul nizar, sejarah pendidikan islam, kencana, jakarta. 2007
Zuhairini, sejarah pendidikan islam, bumi aksara, jakarta, bulan bintang,1997.
Mughni A. syafiq, sejarah kebudayaan islam di turki, logos wacana ilmu, jakarta 1997.
No comments:
Post a Comment