Thursday, November 26, 2015

Sejarah kejatuhan islam di turki

Pemerintahan  sultan Turki yang ke X, yaitu Sulaeman Al Qanuni atau Sulaeman I (1520-1566) merupakan masa pemerintahan terpanjang dibandingkan dengan Sultan-Sultan lainnya. Selama pemerintahannya berhasil meraih kesuksesan dengan masuknya beberapa wilayah Negara besara Turki. Bahkan mempersatukan umat Islam dengan non Muslim dibawah kekuasaannya. Namun disisi lain tanda-tanda keruntuhan juga sudah mulai muncul ke permukaan. 

Kerajaan Turki Usmani mulai melemah semejak meninggalnya Sulaeman Al Qanuni. Pengganti Sulaeman I, Sultan Salim II merupakan pemimpin yang lemah dan pada umumnya tidak berwibawa. Sehingga kenaikan Sultan Salim II (1566-1574) dianggap sebagai permulaan keruntuhan Turki Utsmani dan berakhirnya zaman keemasannya.
Selain itu para pembesar kerajaan hidup dalam kemewahan sehingga sering terjadi penyimpangan keuangan Negara. Sekalipun demikian serangan Eropa masih terus berlangsung terutama penaklukkan terhadap kota Wina di Australia. Usaha penaklukkan ini ternyata juga tidak berhasil.
Melemahnnya semangat perjuangan prajurit utsmani menyebabkan sejumlah kekalahan dalam pertempuran menghadapi musuh-musuhnya. Pada tahun 1663, tentara utsmani menderita kekalahan dari serangan pasukan gabungan armada Spanyol, bandulia, dan armada sri paus. Tahun 1676, Pasukan Usmani juga mengalami kekalahan dalam pertempuran di Hungaria. Pada tahun 1699 Turki kalah dalam pertempuran di Mohakez sehingga terpaksa menandatangani perjanjian karlowits yang berisi pernyataan kerajaan Usmani harus menyerahkan seluruh wilayah Hungaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada penguasa Venetia.
Pada 1770 M pasukan Rusia mengalahkan pasukan Usmani di Asia kecil. Sehingga pada tahun 1774, penguasa Utsmani, Abdul Hamid menandatangani perjanjian dengan Rusia yang berisi pengakuan kemerdekaan Crimenia dan penyerahan benteng-benteng pertahanan di laut hitam serta memberikan izin kepada Rusia untuk melintasi selat antara laut hitam dengan laut putih.
Periode keruntuhan kerajaan Turki Usamani termanifestasi dalam dua priode yang berbeda pula, yaitu: pertama, priode desentralisasi yang dimulai pada awal pemeritahan Sultan Salim II (1566-1574) hingga tahun 1683 ketika angkatan bersenjata Turki, Usmani gagak dalam merebut kota Fiena untuk kedua kalinya. Kedua, priode dekompresi yang terjadi dengan munculnya anarki internal yang dipadukan dengan lepasnya wilayah taklukan satu per satu.
Pada abad ke 16 kelompok derfisme telah menjadi kelompok yang solid dan mendominasi kekuatan politik bahkan menggeser posisi para aristoerat Turki tua. Namun pada perkembangan selanjutnya terjadi konflik intern yang menyebabkan mereka berkotak-kotak dan terjebak dalam politik praktis. Mereka mengkondisikan Sultan agar lebih suka tinggal menghabiskan waktunya di Istana Keputren ketimbang urusan pemerintahan, agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik politik yang mereka rancang.
Dengan mengeploitasi posisinya di mata penguasa terhadap rakyat, mereka memanipulasi pajak dengan kewajiban tambahan kepada petani, akibatnya banyak penduduk yang berusaha untuk masuk ke dalam korp Jannisari. Hal ini mengakibatkan membengkaknya jumlah keanggotaan Jannisari yang hingga pertengahan abad ketujuh belas mencapai jumlah 200.000 orang.
Faktor-Faktor penyebab hancurnya Turki Usmani. Untuk menentukan faktor penyebab utama kehancuran kerajaan Turki usmani merupakan persoalan yang tidak mudah. Alam sejarah lima abad akhir. Abad ke tiga belas sampai abad ke Sembilan belas, Kerajaan Turki Usmani merupakan sebuah proses sejarah panjang yang tidak terjadi secara tiba-tiba.
Mengamati sejarah keruntuhan Kerajaan Turki Usmani, dalam bukunya Syafiq A. Mughani melihat tiga hal kehancuran Turki Usmani, yaitu melemahnya sistem birokrasi dan kekuatan militer  Turki Usmani, kehancuran perekonomian kerajaan dan munculnya kekuatan baru di daratan Eropa serta serangan balik terhadap Turki Usmani.
1. Kelemahan para Sultan dan sistem birokrasi
Ketergantungan sistem birokrasi sultan Usmani kepada kemampuan seorang sultan dalam mengendalikan pemerintahan menjadikan institusi politik ini menjadi rentang terhadap kejatuhan kerajaan. Seorang sultan yang cukup lemah cukup membuat peluang bagi degradasi politik di kerajaan Turki Usmani. Ketika terjadi benturan kepentingan di kalangan elit politik maka dengan mudah mereka berkotak-kotak dan terjebak dalam sebuah perjuangan politik yang tidak berarti. Masing-masing kelompok membuat kualisi dengan janji kemakmuran, Sultan dikondisikan dengan lebih suka menghabiskan waktunya di istana dibanding urusan pemerintahan agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik politik yang mereka rancang. Pelimpahan wewenan kekuasaan pada perdan menteri untuk mengendalikan roda pemerintahan. Praktik money politik di kalangan elit, pertukaran penjagaan wilayah perbatasan dari pasukan kefelerike tangan pasukan inpantri serta meluasnya beberapa pemberontakan oleh korp Jarrisari, untuk menggulingkan kekuasaan merupakan ketidak berdayaan sultan dan kelemahan sistem birokrasi yang mewarnai perjalanan kerajaan Turki Usmani.
2. Kemerosotan kondisi sosial ekonomi
Perubahan mendasar terjadi terjadi pada jumlah penduduk kerajaan sebagaimana terjadi pada struktur ekonomi dan keuangan. Kerajaan akhirnya menghadapi problem internal sebagai dampak pertumbuhan perdagangan dsn ekonomi internasional. Kemampuan kerajaan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mulai melemah, pada saat bangsa Eropa telah mengembangkan struktur kekuatan ekonomi dan keuangan bagi kepentingan mereka sendiri. Perubahan politik dan kependudukan saling bersinggungan dengan perubahan penting di bidang ekonomi. Desentralisasi kekuasaan dan munculnya pengaruh pejabat daerah memberikan konstribusi bagi runtuhnya ekonomi tradisional kerajaan  Turki Usmani. 
3. Munculnya kekuatan Eropa
Munculnya politik baru di daratan Eropa dapat dianaggap secara umum faktor yang mempercepat proses keruntuhan kerajaan Turki Usmani. Konfrontasi langsung pada dengan kekuatan Eropa berawal pada abad ke XFI, ketika masing-masing kekuatan ekonomi berusaha mengatur tata ekonomi dunia. Ketika kerajaan Usmani sibuk membenahi Negara dan masyarakat, bangsa Eropa malah menggalang militer, Ekonomi dan tekhnologi dan mengambil mamfaat dari kelemahan kerajaan Turki Usmani.
4.  Pemberontakan-pemberontakan internal.
Pemberontakan-pemberontakan terjadi dimana-mana, mulai dari Makkah, Wahabiyah, Druze dan pemberontakan di Wilayah pusat kekuasaan telah memperlemah kekuatan militer dan politik.

No comments:

Post a Comment