Thursday, November 26, 2015

Sejarah Pembaharuan Islam di Turki

 
A.PENDAHULUAN
 Sejarah Pembaharuan Islam di Turki Tidak ada lagi sebuah Kerajaan Islam yang besar dan dapat menjadi tumpuan harapan Dunia Islam setelah runtuhnya Kerajaan Bani Abbasiyah di Baghdad serta dengan naiknya Bangsa Mongol dan Tartar. Tetapi dengan munculnya Kerajaan Ustmaniyah, Islam kembali menunjukkan kegagahperkasaan yang luar biasa sehingga dapat meneruskan kejayaan Kerajaan sebelumnya. Seratus tahun yang lalu, negeri-negeri Eropa Timur (Balkan) adalah Kerajaan-Kerajaan yang bernaung di bawah pemerintahan Kerajaan Turki Ustmani. Kekuasaannya meluas bak menara-menara menjulang langit di bekas kekuasaan Kerajaan Byzantium (Constantinopel), setelah negeri besar itu ditaklukan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih pada pertengahan abad ke-15 (1453).
Negeri-negeri Islam seperti Mesir, Hejaz (Mekah-Madinah), Yaman, Irak, Palestina, Tunisia, Maroko, Al-Jazair dan Tripoli adalah wilayah dari Kerajaan Turki Ustmani. Bangsa Turki ialah bangsa yang gagah perkasa, keturunan darah Taurani yang tahan udara panas dan dingin serta sabar dalam berperang. Darah Taurani bersamaan keturunan dengan darah Mongol dan Tartar. Bangsa Turki telah menjadi bangsa Pahlawan Islam setelah memeluk agama Islam dan mengucapkan dua kalimat Syahadat, “Tiada Tuhan selain Allah, Nabi Muhammad utusan Allah.”
Bahkan Raja-Raja Islam di Indonesia yang bersemarak pada abad ke-17, sebagai raja-raja Aceh dan Banten pernah utus-mengutus dengan Kerajaan Turki Ustmani dan pernah meminta pengakuan memakai gelar “Sultan” dari Istambul. Dalam beberapa istana Raja-Raja Indonesia masih dapat dilihat sisa-sisa hadiah yang dijadikan lambing kebesaran, karena hadiah itu diterima dari Istambul.[1]
Setelah Kerajaan Turki Ustmani jatuh karena kekalahan berperang di tahun 1914-1918 dan tanah Turki serta bagian-bagian Imperium Ustmani telah dibagi-bagi, maka muncullah Al-Ghazai Mustafa Kemal Pasya, mendirikan kembali Turki yang baru di atas runtuhan Turki yang lama. Ghazi Kemal Pasya, yang kemudian lebih terkenal dengan nama Kemal “Attaturk” mendapat sambutan hangat dari seluruh “Dunia Islam” terutama di negeri-negeri terjajah.
Demikian besarnya pengaruh Turki dalam hati umat Islam. Enam ratus tahun lamanya Kerajaan Turki Ustmani berkuasa, yaitu sejak akhir abad ketiga belas sampai permulaan abad kedua puluh. Bangsa Turki tetaplah bangsa pemeluk Islam yang teguh beragama dan mempunyai sejarah yang gemilang.
B. PEMBAHASAN
Negara Turki adalah negara di dua benua. Dengan luas wilayah sekitar 814.578 km2, 97% wilayahnya terletak di Benua Asia dan sisanya sekitar 3% terletak di Benua Eropa. Posisi geografi yang strategis itu menjadikan Turki jembatan antara timur dan barat.[2]
Nama Kerajaan Ustmaniyah itu diambil dari dan dibangsakan kepada nenek moyang mereka pertama, Sultan Ustmani ibn Sauji ibn Artoghrol ibn Sulaiman Syah ibn Kia Alp, kepala kabilah Kab di Asia Tengah.Pemerintahan yang pernah memerintah dalam masa Kerajaan Turki Ustmani:
   1. 1.    Sultan Mahmud II
Pembaharuan di Kerajaan Ustmani abad ke-19 dipelopori oleh Raja. Raja yang menjadi pelopor pembaharuan adalah Sultan Mahmud II. Di bagian pertama dari masa kesultanannya ia disibukkan oleh peperangan dengan Rusia dan usaha menundukkan daerah-daerah yang mempunyai kekuasaan otonomi besar. Peperangan dengan Rusia selesai di tahun 1812 dan kekuasaan otonomi daerah akhirnya dapat ia perkecil kecuali kekuasaan Muhammad Ali Pasya di Mesir dan satu daerah otonomi lain di Eropa.
Hal pertama yang menarik perhatiannya adalah melakukan pembaharuan di bidang militer dengan membentuk suatu korps tentara baru di tahun 1826 yang diasuh oleh pelatih-pelatih yang dikirim oleh Muhammad Ali Pasya dari Mesir.
Sultan Mahmud II melanggar tradisi arisokrasi, ia mengambil sikap demokratis dan selalu muncul di muka umum untuk berbicara atau menggunting pita pada upacara-upacara resmi. Menteri dan pembesar-pembesar negara lainnya ia biasakan duduk bersama jika datang menghadap. Pakaian kerajaan yang ditentukan untuk Sultan dan pakaian kebesaran yang biasa dipakai menteri dan pembesar-pembesar lain ia tukar dengan pakaian yang lebih sederhana. Tanda-tanda kebesaran hilang. Rakyat biasa ia anjurkan pula supaya meninggalkan pakaian tradisional dan menukarnya dengan pakaian Barat. Perubahan pakaian ini menghilangkan perbedaan status sosial yang nyata kelihatan pada pakaian tradisional.
Sultan Mahmud II juga mengadakan perubahan dalam organisasi pemerintahan Kerajaan Ustmani. Menurut tradisi Kerajaan Ustmani dikepalai oleh seorang Sultan yang mempunyai kekuasaan temporal atau duniawi dan kekuasaan spiritual atau rohani. Sebagai penguasa duniawi dan kekuasaan spiritual atau rohani. Sebagai penguasa duniawi ia memakai title Sultan dan sebagai kepala rohani umat Islam ia memakai gelar Khalifah. Dengan demikian Raja Ustmani mempunyai dua bentuk kekuasaan, kekuasaan memeerintah negara dan kekuasaan menyiarkan serta membela Islam.
Dalam melaksanakan kedua kekuasaan di atas Sultan di bantu oleh dua pegawai tinggi, Sadrazam untuk urusan pemerintahan dan Syaikh Al-Islam untuk urusan keagamaan. Keduanya tak mempunyai suara dalam soal pemerintahan dan hanya melaksanakan perintah Sultan. Di kala Sultan berhalangan atau bepergian ia digantikan oleh Sadrazam dalam menjalankan tugas pemerintahan. Sebagai wakil Sultan, Sadrazam mempunyai kekuasaan yang besar sekali.
Sultan Mahmud II-lah yang pertama kali dengan tegas mengadakan perbedaan antara urusan agama dan urusan dunia di Kerajaan Ustmani. Urusan agama diatur oleh syariat dan urusan dunia diatur oleh hukum bukan syariat yang dalam masa selanjutnya membawa adanya hukum sekuler di samping hukum syariat.
Pembaharuan-pembaharun yang diadakan Sultan Mahmud II di ataslah yang menjadi dasar bagi pemikiran dan usaha pembaharuan selanjutnya di Kerajaan Ustmani abad ke-19 dan Turki abad ke-20.
   1. 2.    Tanzimat
Pemuka utama dari pembaharuan di zaman Tanzimat ialah Mustafa Rasyid Pasya. Seorang pemuka Tanzimat lain yang pemikirannya lebih banyak diketahui adalah Mehmed Sadik Rifat Pasya (1807-1856). Mehmed Sadik mengadakan undang-undang dan peraturan. Sultan dan pembesar-pembesar negara harus tunduk pada undang-undang dan peraturan. Negara haruslah merupakan negara hukum.
Dalam bidang pemerintahan, pembaharuan diadakan dengan mengajak rakyat memberikan pendapat tentang soal-soal negara dan administrasi. Wakil-wakil rakyat dari daerah-daerah diundang datang ke Istambul pada tahun 1845. Karena terlalu baru bagi rakyat, sistem musyawarah dalam soal kenegaraan tidak dapat berjalan dengan baik. Sebagai gantinya Sultan mengirim utusan-utusan ke daerah-daerah untuk meninjau keadaan dan pendapat daerah tentang usaha pembaharuan yang sedang dijalankan. Laporan mereka dipakai Pemerintah Pusat sebagai pegangan untuk usaha-usaha pembaharuan selanjutnya.
Pembaharuan yang dijalankan di Zaman Tanzimat tidak seluruhnya mendapat penghargaan, bahkan mendapat kritik dari kaum intelegensia Kerajaan Ustmani yang ada pada waktu itu. Kritik yang banyak dikemukakan terhadap pembaharuan Tanzimat berkisar sekitar hal-hal berikut:
Kedua piagam yang menjadi dasar pembaharuan Tanzimat mengandung paham sekularisme dan dengan demikian membawa sekularisasi dalam berbagai institusi kemasyarakatan, terutama dalam institusi hukum. Piagam Gulhane menyatakan penghargaan tinggi pada syariat, tetapi dalam pada itu mengakui perlunya diadakan sistem hukum baru. Hukum baru yang disusun banyak dipengaruhi oleh hukum Barat, umpamanya hukum pidana dan hukum dagang. Selain itu, diadakan pula pula mahkamah-mahkamah yang bersifat sekuler, di samping mahkamah-mahkamah syariat yang lama. Tidak mengherankan kalau timbul kecaman bahwa syariat tidak dihargai lagi, bahkan terkadang telah dilanggar. Hukum baru itu tidak dapat dikatakan hukum Barat dan tidak pula dapat dikatakan hukum Islam, tetapi suatu hukum yang tidak efektif untuk mengatur masyarakat Kerajaan Ustmani abad ke-19.
Kritik ditujukan pula terhadap sikap pro-Barat yang dianut pemuka-pemuka Tanzimat. Sikap pro-Barat itu membuka pintu bagi masuknya pengaruh dan turut campurnya negara-negara Barat dalam soal intern Kerajaan Ustmani. Hal itu akhirnya membawa kepada jatuhnya kekuatan ekonomi negara ini. Kerajaan Ustmani menjadi semakin lemah dalam menghadapi Eropa.
Sikap otoriter yang dipakai Sultan dan menteri-menterinya dalam melaksanakan pembaharuan Tanzimat juga mendapat kritik keras. Kekuasaan absolut Sultan bertambah besar setelah Sultan Mahmud II dapat menghancurkan Yeniseri. Di masa lampau, Yeniseri merupakan suatu kekuatan yang dapat mengadakan kontrol terhadap kekuasaan absolut Sultan. Yeniseri ditakuti bukan hanya karena senjata mereka tetapi juga karena hubungan mereka yang erat dengan Tarekat Bektasyi. Tarekat Bektasyi mempunyai pengikut yang besar di kalangan masyarakat. Kaum ulama, yang tidak setuju dengan pembaharuan yang berbau Barat, dengan disokong oleh umat yang berada di belakang mereka, juga merupakan suatu kekuatan sosial yang disegani Sultan. Tetapi kedudukan kaum ulama menjadi lemah, setelah institusi wakaf sebagai sumber keuangan ditarik dari bawah kekuasan mereka.
Dengan hilangnya oposisi dalam ketiga bentuk tersebut, kekuasan sultan dan pemerintahnya bertambah absolut dan dengan demikian kebebasan berpikir dan bergerak tidak terdapat. Hal serupa ini sulit diterima oleh golongan intelegensia.
   1. 3.    Usmani Muda
Salah satu pemikir Usmani Muda adalah Ziya Pasya (1825-1880). Menurut pendapatnya, agar dapat digolongkan dalam kumpulan negara-negara yang maju, Kerajaan Usmani harus memakai sistem pemerintahan konstitusional.


Pemikir terkemuka dari Ustmani Muda adalah Namik Kemal (1840-1888). Kemudian jatuh ke bawah pengaruh Ibrahim Sinasi (1826-1871) seorang sastrawan kenamaan yang pernah belajar di Perancis dan dikenal sebagai orang yang banyak dipengaruhi oleh ide-ide Barat. Ide-ide Barat tidak ia terima begitu saja tetapi ia coba menyesuaikannya dengan ajaran-ajaran Islam.
Sebab-sebab yang membawa kepada kemunduran Kerajaan Usmani, menurut pendapatnya terletak pada keadaan ekonomi dan politik yang tidak beres. Jalan pertama yang harus ditempuh untuk mengatasi persoalan tersebut ialah perubahan sistem pemerintahan absolut menjadi konstitusional.
Di antara ide-ide lain yang dibawa Nanik Kemal terdapat ide cinta tanah air. Tanah air yang dimaksud ahli fikir itu, belumlah tanah air Turki, tetapi seluruh daerah Kerajaan Usmani. Ide-ide yang diajukan seperti tersebut di atas yang menjadi pedoman bagi penyusunan Undang-undang Dasar 1876 dari Kerajaan Usmani.
Pembatasan kekuasaan absolut seperti yang dikehendaki Usmani Muda tidak banyak berhasil. Salah satu sebab dari kegagalan Usmani Muda karena tidak adanya golongan menengah yang berpendidikan lagi kuat ekonominya untuk mendukung mereka. Kenyataan bahwa Sultan, sungguhpun Piagam Gulhane dan Piagam Humayun telah ada, masih mempunyai kekuasaan yang besar. Belum berpengalamannya Usmani Muda dalam soal-soal konstitusi dan kaburnya ide Konstitusi bagi pihak-pihak yang menginginkan konstitusi itu.
Meskipun Sultan Abdul Hamid bersifat absolut, tapi di zaman pemerintahannya terjadi juga pembaharuan-pembaharuan. ia mendirikan perguruan-perguruan tinggi, Mahkamah non agama dan membentuk Kementerian Kehakiman. Hubungan darat, pos dan telegraf juga ia tingkatkan. Jumlah percetakan juga meningkat.
   1. 4.    Turki Muda
Ahmed Riza (1859-1931), selama di Perancis Ahmed Riza banyak membaca buku-buku pemikir-pemikir Perancis, dan ia amat tertarik pada falsafah positivism Auguste Comte. Oleh karena itu ia berpendapat jalan yang harus ditempuh untuk menyelamatkan Kerajaan Usmani dari keruntuhan ialah pendidikan dan ilmu pengetahuan positif dan bukan teologi atau metafisika.
Pangeran Sabahuddin. Di Paris Sabahuddin dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran dalam bidang sosiologi dan problema yang dihadapi oleh Kerajaan Usmani ia tinjau dari sudut sosiologi.[9] Sebagai jalan sementara dalam mengatasi kekuasaan absolut itu, ia menganjurkan supaya diadakan desentralisasi dalam bidang pemerintahan.
Mehmed Murad, Ia berpendapat bahwa bukanlah Islam yang menjadi sebab bagi mundurnya kerajaan Usmani, dan bukan pula rakyatnya, sebab kemunduran terletak pada Sultan yang memerintah secara absolut. Karena Sultan tidak setuju dengan Konstitusi, ia usul supaya didirikan suatu Badan Pengawas yang tugasnya ialah menjaga supaya undang-undang tidak dilanggar pemerintah. Di samping itu perlu pula diadakan Dewan Syari’at Agung yang anggotanya tersusun dari wakil-wakil negara Islam.  Ia juga berpendapat bahwa salah satu sebab bagi kelemahan Kerajaan Usmani adalah renggangnya hubungan Istambul denagn daerah-daerah lain.
Di tahun 1912 diadakan pemilihan baru dan kali ini Perkumpulan Persatuan dan Kemajuan memperoleh kemenangan besar. Setahun kemudian golongan militer dari Perkumpulan Persatuan dan Kemajuan menggantikan golongan poitisi dalam menguasai pemerintahan. Kekuasaan terletak di tangan Tiga Serangkai Enver Pasya, Talat Pasya dan Jemal Pasya. Pemerintahan Tiga Serangkai merupakan pemerintahan militer yang ketat dan tidak bisa menerima kritik. Dalam lapangan pembaharuan, mambawa perubahan-perubahan dalam bidang administrasi yang kemudian menjadi kerangka pemerintahan lokal dan daerah dari Turki zaman sekarang. Administrasi kota Istambul juga mengalami pembaharuan. Transport umum diadakan, demikian pula brigade kebakaran. Organisasi kekuatan polisi disesuaikan dengan kebutuhan zaman modern.
   1. 5.    Tiga Aliran Pembaharuan: Barat, Islam dan Nasionalis
Pada mulanya kriteria agamalah yang dipakai untuk memperbedakan antara rakyat yang beraneka ragam kebangsaannya itu. Rakyat dikelompokkan menurut agamanya masing-masing dan istilah yang dipakai untuk pengelompokkan itu ialah millet.
Ide Islamisme muncul sebagai ganti dari hancurnya ide Usmanisme. Semua rakyat yang beragama Islam, Turki, Arab, dan lain-lain yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Ustmani merupakan satu nasionalitas. Tetapi ide ini tidak dapat diwujudkan karena Dunia Arab pun menentang kekuasaan Kerajaan Ustmani dan di permulaan abad ke-20 sebagian dapat memperoleh kemerdekaan dan sebagian jatuh ke bawah kekuasaan Inggris, Prancis dan Italia.
Pembaharuan yang dikehendaki golongan Islam ialah membuat Kerajaan Ustmani sempurna sifat keislamannya. Hukum yang dipakai di dalamnya harus hukum Islam dan pimpinan negara harus terletak di tangan kaum ulama.
Golongan Barat dan Nasionalis Turki, walaupun telah banyak dipengaruhi ole hide sekuler Barat, tetapi karena masih terikat pada agama, tidak berhasil mengubah Kerajaan Ustmani menjadi negara sekuler. Pembaharuan yang mereka kehendaki bersifat radikal, tetapi dalam keradikalan itu mereka tidak berniat menentang agama. Dengan kata lain pembaharuan mereka masih diusahakan supaya tidak keluar dari Islam.
   1. 6.    Mustafa Kemal
Mustafa Kemal, seorang pemimpin Turki baru, yang menyelamatkan Kerajaan Utsmani dari kehancuran total dan bangsa Turki dari penjajahan Eropa. Ialah pencipta Turki modern dan atas jasanya, ia mendapat gelar Ataturk (Bapak Turki).
Westernisme, sekularisasi dan nasionalisme itulah yang menjadi dasar pemikiran pembaharuan Mustafa Kemal. Pembaharuan pertama ditujukan terhadap bentuk negara. Pemerintah harus dipisahkan dari agama. Dengan demikian yang berdaulat di Turki bukan lagi Sultan, tetapi rakyat. Kemudian timbul persoalan bentuk negara yang telah berubah organisasinya. Golongan Islam mampertahankan bentuk Khilafah dan golongan nasionalis menghendaki bentuk Republik. Setelah diadakan amandemen terhadap Konstitusi 1921, ditetapkan bahwa Negara Turki adalah Negara Republik dan agama negara adalah Islam.
Sebelum resmi menjadi negara sekuler, Mustafa Kemal telah mulai menghilangkan institusi keagamaan yang ada dalam pemerintahan. Di tahun 1924 Biro Syaikh Al-Islam dihapuskan, dan begitu pula Kementerian Syariat. Hukum syariat dalam soal perkawinan digantikan oleh hukum Swiss. Perkawinan bukan lagi menurut syariat tetapi menurut hukum sipil. Selanjutnya diadakan hukum baru seperti hukum dagang, hukum pidana, hukum laut dan obligasi.
Sekularisme Mustafa Kemal tidak menghilangkan agama Islam dari masyarakat Turki, dan ia memang tidak bermaksud demikian. Yang ia maksud ialah menghilangkan kekuasaan agama dari bidang politik dan pemerintahan.
C.KESIMPULAN
 Bagaimanapun bobroknya Kerajaan Turki Usmani di akhir masanya, namun sejarah dunia tidaklah akan dapat mengikiskan dari dalam catatannya, bahwa di Istambul, di Tanduk Emas, Galata dan Bosporus pernah berdiri satu Kerajaan Islam yang besar, yang 500 tahun lamanya menimbulkan gentar pada hati kerajaan-kerajaan Eropa yang sekarang mengangkat mukanya.
Tetapi di samping Turki dalam masa 30 tahun telah berdiri pula negara-negara Islam yang lain. Baik negara-negara Arab, Pakistan, Iran atau Indonesia. Semuanya membuktikan, bahwa tugas menegakkan Islam sebagai agama tidaklah terhenti karena jatuhnya Kerajaan Turki Usman. Melainkan tugasnya itu telah dilanjutkan oleh bangsa-bangsa beragama Islam yang baru lahir itu.

No comments:

Post a Comment