A.PENDAHULUAN
Sejarah Pembaharuan Islam di Turki
Tidak ada lagi sebuah Kerajaan Islam yang besar dan dapat menjadi
tumpuan harapan Dunia Islam setelah runtuhnya Kerajaan Bani Abbasiyah di
Baghdad serta dengan naiknya Bangsa Mongol dan Tartar. Tetapi dengan
munculnya Kerajaan Ustmaniyah, Islam kembali menunjukkan
kegagahperkasaan yang luar biasa sehingga dapat meneruskan kejayaan
Kerajaan sebelumnya. Seratus tahun yang lalu, negeri-negeri Eropa Timur
(Balkan) adalah Kerajaan-Kerajaan yang bernaung di bawah pemerintahan
Kerajaan Turki Ustmani. Kekuasaannya meluas bak menara-menara menjulang
langit di bekas kekuasaan Kerajaan Byzantium (Constantinopel), setelah
negeri besar itu ditaklukan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih pada
pertengahan abad ke-15 (1453).
Negeri-negeri Islam seperti Mesir, Hejaz (Mekah-Madinah), Yaman, Irak,
Palestina, Tunisia, Maroko, Al-Jazair dan Tripoli adalah wilayah dari
Kerajaan Turki Ustmani. Bangsa Turki ialah bangsa yang gagah perkasa,
keturunan darah Taurani yang tahan udara panas dan dingin serta sabar
dalam berperang. Darah Taurani bersamaan keturunan dengan darah Mongol
dan Tartar. Bangsa Turki telah menjadi bangsa Pahlawan Islam setelah
memeluk agama Islam dan mengucapkan dua kalimat Syahadat, “Tiada Tuhan
selain Allah, Nabi Muhammad utusan Allah.”
Bahkan Raja-Raja Islam di Indonesia yang bersemarak pada abad ke-17,
sebagai raja-raja Aceh dan Banten pernah utus-mengutus dengan Kerajaan
Turki Ustmani dan pernah meminta pengakuan memakai gelar “Sultan” dari
Istambul. Dalam beberapa istana Raja-Raja Indonesia masih dapat dilihat
sisa-sisa hadiah yang dijadikan lambing kebesaran, karena hadiah itu
diterima dari Istambul.[1]
Setelah Kerajaan Turki Ustmani jatuh karena kekalahan berperang di tahun
1914-1918 dan tanah Turki serta bagian-bagian Imperium Ustmani telah
dibagi-bagi, maka muncullah Al-Ghazai Mustafa Kemal Pasya, mendirikan
kembali Turki yang baru di atas runtuhan Turki yang lama. Ghazi Kemal
Pasya, yang kemudian lebih terkenal dengan nama Kemal “Attaturk”
mendapat sambutan hangat dari seluruh “Dunia Islam” terutama di
negeri-negeri terjajah.
Demikian besarnya pengaruh Turki dalam hati umat Islam. Enam ratus tahun
lamanya Kerajaan Turki Ustmani berkuasa, yaitu sejak akhir abad ketiga
belas sampai permulaan abad kedua puluh. Bangsa Turki tetaplah bangsa
pemeluk Islam yang teguh beragama dan mempunyai sejarah yang gemilang.
B. PEMBAHASAN
Negara Turki adalah negara di dua benua. Dengan luas wilayah sekitar
814.578 km2, 97% wilayahnya terletak di Benua Asia dan sisanya sekitar
3% terletak di Benua Eropa. Posisi geografi yang strategis itu
menjadikan Turki jembatan antara timur dan barat.[2]
Nama Kerajaan Ustmaniyah itu diambil dari dan dibangsakan kepada nenek
moyang mereka pertama, Sultan Ustmani ibn Sauji ibn Artoghrol ibn
Sulaiman Syah ibn Kia Alp, kepala kabilah Kab di Asia
Tengah.Pemerintahan yang pernah memerintah dalam masa Kerajaan Turki
Ustmani:
1. 1. Sultan Mahmud II
Pembaharuan di Kerajaan Ustmani abad ke-19 dipelopori oleh Raja. Raja
yang menjadi pelopor pembaharuan adalah Sultan Mahmud II. Di bagian
pertama dari masa kesultanannya ia disibukkan oleh peperangan dengan
Rusia dan usaha menundukkan daerah-daerah yang mempunyai kekuasaan
otonomi besar. Peperangan dengan Rusia selesai di tahun 1812 dan
kekuasaan otonomi daerah akhirnya dapat ia perkecil kecuali kekuasaan
Muhammad Ali Pasya di Mesir dan satu daerah otonomi lain di Eropa.
Hal pertama yang menarik perhatiannya adalah melakukan pembaharuan di
bidang militer dengan membentuk suatu korps tentara baru di tahun 1826
yang diasuh oleh pelatih-pelatih yang dikirim oleh Muhammad Ali Pasya
dari Mesir.
Sultan Mahmud II melanggar tradisi arisokrasi, ia mengambil sikap
demokratis dan selalu muncul di muka umum untuk berbicara atau
menggunting pita pada upacara-upacara resmi. Menteri dan
pembesar-pembesar negara lainnya ia biasakan duduk bersama jika datang
menghadap. Pakaian kerajaan yang ditentukan untuk Sultan dan pakaian
kebesaran yang biasa dipakai menteri dan pembesar-pembesar lain ia tukar
dengan pakaian yang lebih sederhana. Tanda-tanda kebesaran hilang.
Rakyat biasa ia anjurkan pula supaya meninggalkan pakaian tradisional
dan menukarnya dengan pakaian Barat. Perubahan pakaian ini menghilangkan
perbedaan status sosial yang nyata kelihatan pada pakaian tradisional.
Sultan Mahmud II juga mengadakan perubahan dalam organisasi pemerintahan
Kerajaan Ustmani. Menurut tradisi Kerajaan Ustmani dikepalai oleh
seorang Sultan yang mempunyai kekuasaan temporal atau duniawi dan
kekuasaan spiritual atau rohani. Sebagai penguasa duniawi dan kekuasaan
spiritual atau rohani. Sebagai penguasa duniawi ia memakai title Sultan
dan sebagai kepala rohani umat Islam ia memakai gelar Khalifah. Dengan
demikian Raja Ustmani mempunyai dua bentuk kekuasaan, kekuasaan
memeerintah negara dan kekuasaan menyiarkan serta membela Islam.
Dalam melaksanakan kedua kekuasaan di atas Sultan di bantu oleh dua
pegawai tinggi, Sadrazam untuk urusan pemerintahan dan Syaikh Al-Islam
untuk urusan keagamaan. Keduanya tak mempunyai suara dalam soal
pemerintahan dan hanya melaksanakan perintah Sultan. Di kala Sultan
berhalangan atau bepergian ia digantikan oleh Sadrazam dalam menjalankan
tugas pemerintahan. Sebagai wakil Sultan, Sadrazam mempunyai kekuasaan
yang besar sekali.
Sultan Mahmud II-lah yang pertama kali dengan tegas mengadakan perbedaan
antara urusan agama dan urusan dunia di Kerajaan Ustmani. Urusan agama
diatur oleh syariat dan urusan dunia diatur oleh hukum bukan syariat
yang dalam masa selanjutnya membawa adanya hukum sekuler di samping
hukum syariat.
Pembaharuan-pembaharun yang diadakan Sultan Mahmud II di ataslah yang
menjadi dasar bagi pemikiran dan usaha pembaharuan selanjutnya di
Kerajaan Ustmani abad ke-19 dan Turki abad ke-20.
1. 2. Tanzimat
Pemuka utama dari pembaharuan di zaman Tanzimat ialah Mustafa Rasyid
Pasya. Seorang pemuka Tanzimat lain yang pemikirannya lebih banyak
diketahui adalah Mehmed Sadik Rifat Pasya (1807-1856). Mehmed Sadik
mengadakan undang-undang dan peraturan. Sultan dan pembesar-pembesar
negara harus tunduk pada undang-undang dan peraturan. Negara haruslah
merupakan negara hukum.
Dalam bidang pemerintahan, pembaharuan diadakan dengan mengajak rakyat
memberikan pendapat tentang soal-soal negara dan administrasi.
Wakil-wakil rakyat dari daerah-daerah diundang datang ke Istambul pada
tahun 1845. Karena terlalu baru bagi rakyat, sistem musyawarah dalam
soal kenegaraan tidak dapat berjalan dengan baik. Sebagai gantinya
Sultan mengirim utusan-utusan ke daerah-daerah untuk meninjau keadaan
dan pendapat daerah tentang usaha pembaharuan yang sedang dijalankan.
Laporan mereka dipakai Pemerintah Pusat sebagai pegangan untuk
usaha-usaha pembaharuan selanjutnya.
Pembaharuan yang dijalankan di Zaman Tanzimat tidak seluruhnya mendapat
penghargaan, bahkan mendapat kritik dari kaum intelegensia Kerajaan
Ustmani yang ada pada waktu itu. Kritik yang banyak dikemukakan terhadap
pembaharuan Tanzimat berkisar sekitar hal-hal berikut:
Kedua piagam yang menjadi dasar pembaharuan Tanzimat mengandung paham
sekularisme dan dengan demikian membawa sekularisasi dalam berbagai
institusi kemasyarakatan, terutama dalam institusi hukum. Piagam Gulhane
menyatakan penghargaan tinggi pada syariat, tetapi dalam pada itu
mengakui perlunya diadakan sistem hukum baru. Hukum baru yang disusun
banyak dipengaruhi oleh hukum Barat, umpamanya hukum pidana dan hukum
dagang. Selain itu, diadakan pula pula mahkamah-mahkamah yang bersifat
sekuler, di samping mahkamah-mahkamah syariat yang lama. Tidak
mengherankan kalau timbul kecaman bahwa syariat tidak dihargai lagi,
bahkan terkadang telah dilanggar. Hukum baru itu tidak dapat dikatakan
hukum Barat dan tidak pula dapat dikatakan hukum Islam, tetapi suatu
hukum yang tidak efektif untuk mengatur masyarakat Kerajaan Ustmani abad
ke-19.
Kritik ditujukan pula terhadap sikap pro-Barat yang dianut pemuka-pemuka
Tanzimat. Sikap pro-Barat itu membuka pintu bagi masuknya pengaruh dan
turut campurnya negara-negara Barat dalam soal intern Kerajaan Ustmani.
Hal itu akhirnya membawa kepada jatuhnya kekuatan ekonomi negara ini.
Kerajaan Ustmani menjadi semakin lemah dalam menghadapi Eropa.
Sikap otoriter yang dipakai Sultan dan menteri-menterinya dalam
melaksanakan pembaharuan Tanzimat juga mendapat kritik keras. Kekuasaan
absolut Sultan bertambah besar setelah Sultan Mahmud II dapat
menghancurkan Yeniseri. Di masa lampau, Yeniseri merupakan suatu
kekuatan yang dapat mengadakan kontrol terhadap kekuasaan absolut
Sultan. Yeniseri ditakuti bukan hanya karena senjata mereka tetapi juga
karena hubungan mereka yang erat dengan Tarekat Bektasyi. Tarekat
Bektasyi mempunyai pengikut yang besar di kalangan masyarakat. Kaum
ulama, yang tidak setuju dengan pembaharuan yang berbau Barat, dengan
disokong oleh umat yang berada di belakang mereka, juga merupakan suatu
kekuatan sosial yang disegani Sultan. Tetapi kedudukan kaum ulama
menjadi lemah, setelah institusi wakaf sebagai sumber keuangan ditarik
dari bawah kekuasan mereka.
Dengan hilangnya oposisi dalam ketiga bentuk tersebut, kekuasan sultan
dan pemerintahnya bertambah absolut dan dengan demikian kebebasan
berpikir dan bergerak tidak terdapat. Hal serupa ini sulit diterima oleh
golongan intelegensia.
1. 3. Usmani Muda
Salah satu pemikir Usmani Muda adalah Ziya Pasya (1825-1880). Menurut
pendapatnya, agar dapat digolongkan dalam kumpulan negara-negara yang
maju, Kerajaan Usmani harus memakai sistem pemerintahan
konstitusional.
Pemikir terkemuka dari Ustmani Muda adalah Namik Kemal (1840-1888).
Kemudian jatuh ke bawah pengaruh Ibrahim Sinasi (1826-1871) seorang
sastrawan kenamaan yang pernah belajar di Perancis dan dikenal sebagai
orang yang banyak dipengaruhi oleh ide-ide Barat. Ide-ide Barat tidak
ia terima begitu saja tetapi ia coba menyesuaikannya dengan
ajaran-ajaran Islam.
Sebab-sebab yang membawa kepada kemunduran Kerajaan Usmani, menurut
pendapatnya terletak pada keadaan ekonomi dan politik yang tidak beres.
Jalan pertama yang harus ditempuh untuk mengatasi persoalan tersebut
ialah perubahan sistem pemerintahan absolut menjadi konstitusional.
Di antara ide-ide lain yang dibawa Nanik Kemal terdapat ide cinta tanah
air. Tanah air yang dimaksud ahli fikir itu, belumlah tanah air Turki,
tetapi seluruh daerah Kerajaan Usmani. Ide-ide yang diajukan seperti
tersebut di atas yang menjadi pedoman bagi penyusunan Undang-undang
Dasar 1876 dari Kerajaan Usmani.
Pembatasan kekuasaan absolut seperti yang dikehendaki Usmani Muda tidak
banyak berhasil. Salah satu sebab dari kegagalan Usmani Muda karena
tidak adanya golongan menengah yang berpendidikan lagi kuat ekonominya
untuk mendukung mereka. Kenyataan bahwa Sultan, sungguhpun Piagam
Gulhane dan Piagam Humayun telah ada, masih mempunyai kekuasaan yang
besar. Belum berpengalamannya Usmani Muda dalam soal-soal konstitusi dan
kaburnya ide Konstitusi bagi pihak-pihak yang menginginkan konstitusi
itu.
Meskipun Sultan Abdul Hamid bersifat absolut, tapi di zaman
pemerintahannya terjadi juga pembaharuan-pembaharuan. ia mendirikan
perguruan-perguruan tinggi, Mahkamah non agama dan membentuk Kementerian
Kehakiman. Hubungan darat, pos dan telegraf juga ia tingkatkan. Jumlah
percetakan juga meningkat.
1. 4. Turki Muda
Ahmed Riza (1859-1931), selama di Perancis Ahmed Riza banyak membaca
buku-buku pemikir-pemikir Perancis, dan ia amat tertarik pada falsafah
positivism Auguste Comte. Oleh karena itu ia berpendapat jalan yang
harus ditempuh untuk menyelamatkan Kerajaan Usmani dari keruntuhan ialah
pendidikan dan ilmu pengetahuan positif dan bukan teologi atau
metafisika.
Pangeran Sabahuddin. Di Paris Sabahuddin dipengaruhi oleh
pemikiran-pemikiran dalam bidang sosiologi dan problema yang dihadapi
oleh Kerajaan Usmani ia tinjau dari sudut sosiologi.[9] Sebagai jalan
sementara dalam mengatasi kekuasaan absolut itu, ia menganjurkan supaya
diadakan desentralisasi dalam bidang pemerintahan.
Mehmed Murad, Ia berpendapat bahwa bukanlah Islam yang menjadi sebab
bagi mundurnya kerajaan Usmani, dan bukan pula rakyatnya, sebab
kemunduran terletak pada Sultan yang memerintah secara absolut. Karena
Sultan tidak setuju dengan Konstitusi, ia usul supaya didirikan suatu
Badan Pengawas yang tugasnya ialah menjaga supaya undang-undang tidak
dilanggar pemerintah. Di samping itu perlu pula diadakan Dewan Syari’at
Agung yang anggotanya tersusun dari wakil-wakil negara Islam. Ia juga
berpendapat bahwa salah satu sebab bagi kelemahan Kerajaan Usmani adalah
renggangnya hubungan Istambul denagn daerah-daerah lain.
Di tahun 1912 diadakan pemilihan baru dan kali ini Perkumpulan Persatuan
dan Kemajuan memperoleh kemenangan besar. Setahun kemudian golongan
militer dari Perkumpulan Persatuan dan Kemajuan menggantikan golongan
poitisi dalam menguasai pemerintahan. Kekuasaan terletak di tangan Tiga
Serangkai Enver Pasya, Talat Pasya dan Jemal Pasya. Pemerintahan Tiga
Serangkai merupakan pemerintahan militer yang ketat dan tidak bisa
menerima kritik. Dalam lapangan pembaharuan, mambawa perubahan-perubahan
dalam bidang administrasi yang kemudian menjadi kerangka pemerintahan
lokal dan daerah dari Turki zaman sekarang. Administrasi kota Istambul
juga mengalami pembaharuan. Transport umum diadakan, demikian pula
brigade kebakaran. Organisasi kekuatan polisi disesuaikan dengan
kebutuhan zaman modern.
1. 5. Tiga Aliran Pembaharuan: Barat, Islam dan Nasionalis
Pada mulanya kriteria agamalah yang dipakai untuk memperbedakan antara
rakyat yang beraneka ragam kebangsaannya itu. Rakyat dikelompokkan
menurut agamanya masing-masing dan istilah yang dipakai untuk
pengelompokkan itu ialah millet.
Ide Islamisme muncul sebagai ganti dari hancurnya ide Usmanisme. Semua
rakyat yang beragama Islam, Turki, Arab, dan lain-lain yang berada di
bawah kekuasaan Kerajaan Ustmani merupakan satu nasionalitas. Tetapi ide
ini tidak dapat diwujudkan karena Dunia Arab pun menentang kekuasaan
Kerajaan Ustmani dan di permulaan abad ke-20 sebagian dapat memperoleh
kemerdekaan dan sebagian jatuh ke bawah kekuasaan Inggris, Prancis dan
Italia.
Pembaharuan yang dikehendaki golongan Islam ialah membuat Kerajaan
Ustmani sempurna sifat keislamannya. Hukum yang dipakai di dalamnya
harus hukum Islam dan pimpinan negara harus terletak di tangan kaum
ulama.
Golongan Barat dan Nasionalis Turki, walaupun telah banyak dipengaruhi
ole hide sekuler Barat, tetapi karena masih terikat pada agama, tidak
berhasil mengubah Kerajaan Ustmani menjadi negara sekuler. Pembaharuan
yang mereka kehendaki bersifat radikal, tetapi dalam keradikalan itu
mereka tidak berniat menentang agama. Dengan kata lain pembaharuan
mereka masih diusahakan supaya tidak keluar dari Islam.
1. 6. Mustafa Kemal
Mustafa Kemal, seorang pemimpin Turki baru, yang menyelamatkan Kerajaan
Utsmani dari kehancuran total dan bangsa Turki dari penjajahan Eropa.
Ialah pencipta Turki modern dan atas jasanya, ia mendapat gelar Ataturk
(Bapak Turki).
Westernisme, sekularisasi dan nasionalisme itulah yang menjadi dasar
pemikiran pembaharuan Mustafa Kemal. Pembaharuan pertama ditujukan
terhadap bentuk negara. Pemerintah harus dipisahkan dari agama. Dengan
demikian yang berdaulat di Turki bukan lagi Sultan, tetapi rakyat.
Kemudian timbul persoalan bentuk negara yang telah berubah
organisasinya. Golongan Islam mampertahankan bentuk Khilafah dan
golongan nasionalis menghendaki bentuk Republik. Setelah diadakan
amandemen terhadap Konstitusi 1921, ditetapkan bahwa Negara Turki adalah
Negara Republik dan agama negara adalah Islam.
Sebelum resmi menjadi negara sekuler, Mustafa Kemal telah mulai
menghilangkan institusi keagamaan yang ada dalam pemerintahan. Di tahun
1924 Biro Syaikh Al-Islam dihapuskan, dan begitu pula Kementerian
Syariat. Hukum syariat dalam soal perkawinan digantikan oleh hukum
Swiss. Perkawinan bukan lagi menurut syariat tetapi menurut hukum sipil.
Selanjutnya diadakan hukum baru seperti hukum dagang, hukum pidana,
hukum laut dan obligasi.
Sekularisme Mustafa Kemal tidak menghilangkan agama Islam dari
masyarakat Turki, dan ia memang tidak bermaksud demikian. Yang ia maksud
ialah menghilangkan kekuasaan agama dari bidang politik dan
pemerintahan.
C.KESIMPULAN
Bagaimanapun bobroknya Kerajaan Turki Usmani di akhir masanya, namun
sejarah dunia tidaklah akan dapat mengikiskan dari dalam catatannya,
bahwa di Istambul, di Tanduk Emas, Galata dan Bosporus pernah berdiri
satu Kerajaan Islam yang besar, yang 500 tahun lamanya menimbulkan
gentar pada hati kerajaan-kerajaan Eropa yang sekarang mengangkat
mukanya.
Tetapi di samping Turki dalam masa 30 tahun telah berdiri pula
negara-negara Islam yang lain. Baik negara-negara Arab, Pakistan, Iran
atau Indonesia. Semuanya membuktikan, bahwa tugas menegakkan Islam
sebagai agama tidaklah terhenti karena jatuhnya Kerajaan Turki Usman.
Melainkan tugasnya itu telah dilanjutkan oleh bangsa-bangsa beragama
Islam yang baru lahir itu.
No comments:
Post a Comment